Langkah Kecil, Mimpi Besar: Bersama Kita Bisa
Oleh: RL
Awal yang Tak Terlihat Siapa-Siapa
Setiap mimpi dimulai dari hal paling sederhana: keyakinan.
Bukan dari tumpukan uang, bukan dari koneksi, bukan dari gelar pendidikan yang menempel di belakang nama. Tapi dari satu hal yang tak bisa dibeli siapa pun—keinginan untuk melangkah, walau langkah itu kecil dan tak terlihat siapa-siapa.
Aku ingat betul saat pertama kali berbicara soal mimpi. Saat itu aku masih di bangku sekolah menengah. Guru bertanya, "Kamu ingin jadi apa nanti?" Pertanyaan sederhana, tapi waktu itu rasanya seperti diminta menentukan arah hidup dengan sekali lempar dadu. Aku tidak tahu, sungguh. Tapi aku menulis saja: penulis.
Teman-teman tertawa. “Jadi penulis? Emang bisa hidup dari tulisan?”
Aku diam. Tapi dalam hati aku tahu, aku ingin membuktikan sesuatu. Bukan ke mereka, tapi ke diriku sendiri. Kalau langkah kecil ini bisa berarti sesuatu.
Dan di sinilah semuanya bermula. Dari mimpi yang bahkan dianggap terlalu remeh untuk diperhatikan.
Ragu yang Datang dari Dalam Diri
Yang paling sering membuat kita berhenti bukan omongan orang lain. Tapi suara-suara kecil yang berbisik dari dalam kepala sendiri:
"Apa aku cukup baik?"
"Apa aku nggak terlalu bermimpi tinggi?"
"Nanti kalau gagal gimana?"
Suara-suara itulah yang paling jahat. Bukan karena ia berteriak, tapi karena ia tahu tempat yang paling lemah untuk diserang—keyakinan kita sendiri. Dan sayangnya, aku sering percaya pada suara itu. Aku sering menyerah sebelum mencoba.
Padahal kadang, kita cuma butuh satu langkah kecil. Bukan langkah besar. Bukan lompatan jauh. Satu langkah saja, untuk membungkam semua keraguan itu.
Kita semua pernah ragu. Kita semua pernah merasa terlalu kecil. Tapi bukan berarti kita harus berhenti.
Aku pernah menulis puisi di balik buku catatan, takut orang lain membaca. Aku pernah menyembunyikan mimpi dalam diam. Tapi semua itu pelan-pelan berubah, saat aku mulai percaya bahwa langkah kecil pun pantas dirayakan.
Teman-Teman yang Percaya Saat Aku Hampir Menyerah
Satu hal yang paling aku syukuri dalam perjalanan mimpi ini adalah: aku nggak sendirian.
Kita nggak harus punya ratusan teman untuk merasa didukung. Cukup satu orang yang percaya. Satu orang yang bilang, “Ayo terus nulis, aku suka baca tulisanmu.” Itu cukup untuk membuat kita bertahan sedikit lebih lama.
Aku punya satu sahabat yang selalu jadi tempat curhat setiap kali aku pengin berhenti. Dia nggak pernah bilang aku harus jadi hebat. Dia cuma bilang, “Nggak apa-apa kalau kamu gagal. Tapi jangan berhenti. Karena kamu bakal nyesel kalau nyerah sekarang.”
Kalimat itu sederhana. Tapi seperti pelukan hangat yang datang di tengah hujan badai. Kadang kita nggak butuh motivasi besar. Kita cuma butuh keyakinan bahwa ada seseorang yang akan tetap di samping kita, walau kita gagal.
Karya Pertama, Langkah yang Gemetar
Aku ingat pertama kali mengirimkan naskah ke penerbit. Tangan gemetar. Jantung deg-degan seperti habis lari jauh.
Itu cuma email. Tapi rasanya seperti aku sedang mempertaruhkan seluruh harga diriku.
Aku tahu kemungkinan ditolak itu besar. Tapi aku kirim juga. Karena aku sadar, kalau aku nggak mulai, maka mimpi ini akan tetap jadi angan-angan.
Dan benar saja, ditolak. Bukan sekali. Tapi lima kali.
Tapi lucunya, setiap kali ditolak, aku makin ingin membuktikan bahwa aku bisa. Aku belajar memperbaiki naskah, belajar menulis lebih baik. Aku ikut kelas online gratis. Aku cari teman-teman yang suka nulis juga. Pelan-pelan aku sadar, kalau mimpi besar memang butuh keberanian buat ditertawakan dulu.
Sampai akhirnya, di penolakan keenam, aku mendapat email balasan:
“Kami tertarik dengan naskah Anda. Bisa kami terbitkan?”
Aku terdiam. Rasanya seperti menangis di dalam hati. Bukan karena sukses. Tapi karena langkah kecilku akhirnya sampai juga di pintu mimpi yang dulu begitu jauh.
Bersama Kita Bisa
Banyak orang berpikir mimpi itu soal siapa yang paling kuat, paling kaya, atau paling pintar.
Tapi aku belajar, mimpi lebih sering dimenangkan oleh siapa yang paling sabar dan tidak menyerah.
Dan, siapa yang tidak berjalan sendirian.
Bersama kita bisa, bukan cuma slogan. Itu kenyataan.
Aku bisa menulis karena ada yang membaca. Aku bisa semangat karena ada yang percaya.
Mimpi itu memang milik kita, tapi keberhasilan itu adalah hasil dari banyak doa dan dukungan yang mengelilinginya.
Aku pernah ingin menyerah. Tapi ada orang-orang yang bilang,
“Langkah kecilmu penting.”
Dan itu cukup untuk membuatku terus melangkah.
Mimpi Mereka yang Sering Dilupakan
Di sudut-sudut desa, di lorong-lorong kota kecil, banyak sekali anak-anak muda yang punya mimpi besar tapi tidak punya panggung.
Mereka bukan nggak bisa. Tapi sering kali nggak dianggap.
Mereka belajar diam-diam, bermimpi dalam diam, dan menunggu waktu untuk bersinar.
Aku ingin bicara pada mereka—yang merasa dunia tidak melihat, tidak peduli.
Aku pernah di posisi itu.
Tapi ingat ini:
Langkah kecil yang kamu buat hari ini, bisa jadi pijakan yang kuat untuk melompat lebih jauh suatu hari nanti.
Jangan biarkan siapa pun membuatmu merasa tidak cukup. Karena semua orang hebat juga pernah merasa kecil. Tapi mereka tetap berjalan.
Hari-Hari yang Sepi, Tapi Tetap Berarti
Ada hari-hari di mana kamu bangun dan bertanya, “Untuk apa semua ini?”
Hari-hari di mana kamu merasa lelah, sendirian, dan seolah tidak ada yang berubah.
Tapi justru hari-hari itulah yang membentukmu.
Hari-hari sepi, adalah saat kamu benar-benar mengerti:
Apakah kamu mau tetap berjalan walau tak ada sorak-sorai?
Apakah kamu tetap setia pada mimpimu meski tak ada yang memuji?
Aku pernah menulis 10 halaman, tapi tak ada satu orang pun yang membaca.
Tapi aku tetap menulis. Karena aku tahu, aku menulis bukan hanya untuk dibaca. Tapi untuk jujur pada diriku sendiri.
Langkah kecil itu terus aku ulangi.
Dan suatu hari, tulisan itu dibaca ribuan orang.
Karena aku tidak menyerah.
Membuka Pintu untuk Orang Lain
Ketika akhirnya kamu berhasil membuka satu pintu untuk mimpi, jangan lupa buka pintu itu untuk orang lain.
Mimpi itu bukan untuk disimpan sendiri.
Beri tahu mereka yang masih ragu, bahwa mereka juga bisa.
Beri semangat pada yang mulai menyerah.
Beri tempat pada mereka yang belum punya panggung.
Aku percaya, dunia akan lebih indah jika kita sama-sama saling mendukung.
Karena bersama, kita bisa lebih kuat.
Langkah kecil kita bisa jadi cahaya bagi langkah orang lain.
Dan mimpi kita bisa jadi alasan seseorang untuk tetap percaya pada harapan.
Kita Semua Sedang Belajar
Tak ada yang langsung hebat.
Tak ada yang langsung sukses.
Kita semua sedang belajar, sedang tumbuh, sedang memperbaiki diri.
Jangan malu jadi pemula.
Jangan takut kelihatan bodoh saat mencoba.
Karena itu bagian dari perjalanan.
Aku masih belajar hingga hari ini.
Masih salah, masih bingung, masih jatuh.
Tapi aku tahu, aku nggak sendirian.
Kamu pun tidak.
Kalau kamu punya mimpi, kejarlah.
Walau perlahan, walau sendiri, walau harus jatuh bangun.
Karena mimpi tidak butuh kecepatan, hanya butuh kesetiaan.
Terima Kasih untuk Langkah Kecil Itu
Di akhir semua ini, aku ingin berterima kasih.
Pada diriku yang dulu—yang tidak menyerah.
Pada setiap penolakan—yang membuatku lebih kuat.
Pada setiap orang—yang percaya padaku saat aku hampir kehilangan arah.
Pada kamu—yang membaca tulisan ini dan mungkin sedang berada di titik ragu.
Percayalah, langkah kecilmu itu berarti.
Suatu hari nanti, kamu akan melihat ke belakang dan berkata,
“Untung aku nggak berhenti dulu.”
Mimpi besar bukan tentang siapa yang paling cepat sampai.
Tapi tentang siapa yang tetap berjalan meski dunia meragukan.
Dan kamu bisa jadi salah satunya.
Karena…
Langkah kecil, mimpi besar. Bersama, kita bisa.